Pemuda yang mendapat naungan Allah SWT



Masa muda merupakan masa sempurnanya pertumbuhan fisik dan kekuatan seorang manusia. Maka ini merupakan nikmat besar dari Allah Ta’ala yang seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya untuk amal kebaikan guna meraih ridha Allah Ta’ala. Dan sebagimana nikmat-nikmat besar lainnya dalam diri manusia, nikmat inipun nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Ta’ala. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.”

Hadits yang agung ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi seorang pemuda muslim sekaligus menjelaskan keutamaan besar bagi seorang pemuda yang memiliki sifat yang disebutkan dalam hadits ini.

Syaikh Salim al-Hilali berkata: “(Hadits ini menunjukkan) keutamaan pemuda yang tumbuh dalam dalam ketaatan kepada Allah, sehingga dia selalu menjauhi perbuatan maksiat dan keburukan”.

Imam Abul ‘Ula al-Mubarakfuri berkata: “(Dalam hadits ini) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhusukan (penyebutan) “seorang pemuda” karena (usia) muda adalah (masa yang) berpotensi besar untuk didominasi oleh nafsu syahwat, disebabkan kuatnya pendorong untuk mengikuti hawa nafsu pada diri seorang pemuda, maka dalam kondisi seperti ini untuk berkomitmen dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah (tentu) lebih sulit dan ini menunjukkan kuatnya (nilai) ketakwaan (dalam diri orang tersebut)”

Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah”

Artinya: pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, dengan dia membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan.

Inilah sosok pemuda muslim yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan pandai mensyukuri nikmat besar yang Allah Ta’ala anugrahkan kepadanya, serta mampu berjuang menundukkan hawa nafsunya pada saat-saat tarikan nafsu sedang kuat-kuatnya menjerat seorang manusia. Ini tentu merupakan hal yang sangat sulit dan berat, maka wajar jika kemudian Allah Ta’ala memberikan balasan pahala dan keutamaan besar baginya.


Bimbingan Islam untuk meluruskan akhlak para pemuda


Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata, “Sesungguhnya sebab-sebab (yang mendukung terjadinya) penyimpangan dan (banyak) masalah (di kalangan) para pemuda sangat banyak dan bermacam-macam, karena manusia di masa remaja akan mengalami pertumbuhan besar pada fisik, pikiran dan akalnya. Karena masa remaja adalah masa pertumbuhan, sehingga timbullah perubahan yang sangat cepat (pada dirinya). Oleh karena itulah, dalam masa ini sangat dibutuhkan tersedianya sarana-sarana untuk membatasi diri, mengekang nafsu dan pengarahan yang bijaksana untuk menuntun ke jalan yang lurus”.

Kemudian syaikh al-‘Utsaimin menjelaskan sebab-sebab yang harus ditempuh untuk memperbaiki ahklak para pemuda berdasarkan petunjuk agama Islam, di antaranya adalah:

1. Memanfaatkan waktu luang secara maksimal

Waktu luang bisa menjadi penyakit yang membinasakan pikiran, akal dan potensi fisik manusia, karena diri manusia harus beraktifitas dan berbuat. Jika diri manusia tidak beraktifitas maka pikirannya akan beku, akalnya akan buntu dan aktifitas dirinya akan lemah, sehingga hatinya akan dikuasai bisikan-bisikan pemikiran buruk, yang terkadang akan melahirkan keinginan-keinginan buruk…

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ»

“Ada dua nikmat (dari Allah Ta’ala) yang kurang diperhatikan oleh banyak manusia (yaitu) kesehatan dan waktu luang”.

Untuk mengatasi hal ini, hendaknya seorang pemuda berupaya (untuk mengisi waktu luangnya) dengan kegiatan yang cocok (dan bermanfaat) untuknya, seperti membaca, menulis, berwiraswasta atau kegiatan lainnya, untuk menghindari kekosongan aktifitas dirinya, dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berbuat (kebaikan) untuk dirinya dan orang lain.


2. Memilih teman bergaul yang baik

Hal ini sangat mempengaruhi akal, pikiran dan tingkah laku para pemuda. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

المرء على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل

“Seorang manusia akan mengikuti agama teman dekatnya, maka hendaknya salah seorang darimu melihat siapa yang dijadikan teman dekatnya”.

Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat menempa besi), maka penjual minyak wangi bisa jadi dia memberimu minyak wangi, atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa besi) bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya”.

Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka, sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka.

Oleh karena itu, hendaknya seorang pemuda berusaha mencari teman bergaul orang-orang yang baik dan shaleh serta berakal, agar dia bisa mengambil manfaat dari kebaikan, keshalehan dan akalnya. Maka hendaknya seorang pemuda menimbang keadaan orang-orang yang akan dijadikan teman bergaulnya, dengan meneliti keadaan dan akhlak mereka.


3. Memilih sumber bacaan yang baik dan bermanfaat

Mengkonsumsi sumber-sumber bacaan yang merusak, baik berupa artikel, surat kabar, majalah dan lain-lain, akan menyebabkan pendangkalan akidah dan agama seseorang, serta menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan, kekafiran dan keburukan akhlak. Khususnya jika pemuda tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan agama yang kuat dan pola pikir yang benar untuk dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, serta yang bermanfaat dan membinasakan.

Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya seorang pemuda menjauhi sumber-sumber bacaan tersebut, dan beralih kepada sumber-sumber bacaan lain yang akan menumbuhkan dalam hatinya kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta menyuburkan keimanan dan amal shaleh dalam dirinya. Dan hendaknya dia bersabar dalam melakukan semua itu, karena hawa nafsunya akan menuntut dia dengan keras untuk kembali membaca bacaan-bacaan yang telah biasa dikonsumsinya, dan menjadikannya bosan serta jenuh untuk membaca bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Ibaratnya seperti orang yang berusaha melawan hawa nafsunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah, tapi nafsunya enggan dan selalu ingin melakukan perbuatan yang sia-sia dan salah.

Sumber bacaan bermanfaat yang paling penting adalah al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir yang berisi riwayat-riwayat tafsir yang shahih dan penafsiran akal yang benar. Demikian juga hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama ahlus sunnah berdasarkan dua sumber hukum Islam ini.


Demikianlah, semoga bermanfaat dan menjadi motivasi bagi kaum muslimin, terutama para pemuda, untuk mengusahakan kebaikan bagi dirinya dan membiasakan dirinya untuk selalu menetapi amal shaleh dan ibadah kepada Allah Ta’ala, agar mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan keutamaan dan kemuliaan besar dari Allah Ta’ala, sebagimana dalam hadits-hadits yang tersebut di atas. Amiiin..



Source : https://muslim.or.id

Berpuasa di bulan Muharram


Oleh : Buya Yahya (Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon)

Bulan Muharrom adalah salah satu dari empat bulan mulia yang disebutkan dalam Al-Quran. Amalan yang di anjurkan adalah semua amalan yang di anjurkan di bulan lain sangat di anjurkan di bulan ini, hanya saja ada amalan yang sangat dianjurkan secara khusus di bulan ini yaitu :

1. Puasa tanggal 10 yang disebut dengan puasa ‘Asyuro, seperti yang telah disebutkan dalam hadits : Rosulullah SAW bersabda :

“Ini (10 Muharrom) adalah hari ‘Asyuro dan Allah tidak mewajibkan puasa atas kalian dan sekarang aku berpuasa, maka siapa yang mau silahkan berpuasa dan siapa yang tidak mau silahkan berbuka (tidak berpuasa) “ (Bukhori :1899 dan Muslim : 2653)


2. Dengan pahala akan diampuni dosa tahun yang lalu :

“ Dari Abu Qatadah -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Beliau menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu “. (Muslim : 2746).


Baca juga : 5 level khusyuk dalam shalat


3. Sangat dianjurkan untuk ditambah agar bisa berpuasa di hari yang ke-Sembilan, seperti yang telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :

“Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpuasa di hari ‘Asyura’ dan memerintahkan (perintah sunnah) manusia untuk berpuasa, para sahabat pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, ‘Apabila datang tahun depan Insya Allah kami akan berpuasa pada tanggal 9 (Muharram). Berkata Abdullah bin Abbas “ Belum sempat tahun depan tersebut datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.” ( Muslim : 1134/2666).


4. Lebih bagus lagi jika ditambah hari yang ke-Sebelas seperti disebutkan dalan sebuah riwayat dari sahabat Abdullah ibn Abbas :

“Berpuasalah kalian pada hari ‘Asyuro` dan berbedalah dengan orang Yahudi, (yaitu) berpuasalah kalian sehari sebelumnya atau sehari setelahnya” (Ibnu Khuzaimah: 2095).


Baca juga : Jadikanlah "TAHUN BARU" Seperti Hari Biasa


5. Lebih dari itu berpuasa disepanjang bulan Muharom adalah sebaik baik bulan untuk puasa seperti disebutkan oleh Rasulullah dalam hadits yang disebutkan Imam Muslim :

”Sebaik baik puasa setelah bulan Ramadhan adalah puasa di bulan Muharom, dan sebaik-baiknya sholat setelah sholat fardhu adalah Sholat malam” (Muslim No: 2755).


Kesimpulannya :
1) Bahwa puasa sepanjang bulan Muharrom adalah puasa yang sangat dianjurkan seperti disebutkan dalam Hadits tersebut di atas.
2) Sebaik-baik hari dari bulan Muharom tersebut adalah tanggal 10 Muharrom.
3) Dan setelah 10 Muharrom akan menjadi lebih baik lagi jika ditambah dengan tanggal 9 (sembilan) seperti yang disebutkan dalam hadits tersebut di atas.
4) Dan akan lebih baik lagi jika ditambah dengan sehari di tanggal 11 untuk berbeda dengan orang Yahudi dan Nasrani.
5) Dan untuk lebih baiknya lagi adalah menambah hari di sepanjang bulan Muharrom hingga sempurna.


Sumber : buyayahya.org

Jadikanlah "TAHUN BARU" Seperti Hari Biasa


Sekarang sudah diakhir bulan Desember, dalam hitungan jam tahun 2015 akan pergi meninggalkan kita. Tempat-tempat hiburan seperti cafe, diskotik, karaoke dan hotel pun sudah di penuhi pernak-pernik Tahun Baru dan sudah mempersiapkan berbagai program buat kemeriahan pesta nanti malam. Tak sedikit dari tempat-tempat hiburan yang menyediakan dorprize, lucky draw, bahkan artis terkenal di datangkan buat penyambutan dan kemeriahan acara tersebut. Penjual kado serta kartu ucapan laris manis di bulan ini. Beginilah suasana tahun baru. Namun tahukah kita tentang asal usul Tahun Baru Masehi ??


Asal Muasal Tahun Baru 1 Januari

Tahun baru dalam kalender umum atau kalender Gregorian dimulai pada tanggal 1 Januari. Dalam satu tahun, kalender Gregorian berlangsung dari 1 Januari hingga 31 Desember, atau 365 hari. Masyarakat umumnya menyebut Januari sebagai bulan pertama, Februari sebagai bulan kedua, dan seterusnya hingga Desember sebagai bulan keduabelas. Kalender umum ini berasal dari Romawi. Agak aneh, sebab umumnya masyarakat empat musim memulai tahun baru pada musim semi dan menjelang bulan purnama. Padahal 1 Januari masih berada di musim dingin dan masih lama menuju bulan purnama penuh yang jatuh sekitar Maret atau bahkan April.

Bagaimanakah sejarah munculnya 1 Januari sebagai tahun baru? Sebelum tahun 708 AUC (waktu itu orang Romawi masih menggunakan kalender Ab Urbe Condita [AUC], yakni berdasarkan berdirinya kota Roma pada 753 tahun sebelum Masehi), orang Romawi memasuki tahun baru pada setiap 1 Maret. Maret adalah bulan pertama yang menandakan dimulainya musim semi dan menjelang bulan purnama penuh yang pertama dalam 365 hari itu. Musim semi selalu dijadikan patokan tahun baru, yang diartikan sebagai kehidupan baru. Orang Italia menyebut musim semi dengan la primavera, artinya kehidupan yang pertama.

Bukti bahwa Maret sebagai bulan pertama masih dapat dilihat hingga kini, yakni dengan nama bulan-bulan. Bulan ke-7 disebut September (septem = tujuh), bulan ke-8 disebut Oktober (octo = delapan), bulan ke-9 disebut November (novem = sembilan), dan bulan ke-10 disebut Desember (decem = sepuluh). Dahulu bulan Juli dan Agustus disebut Bulan Ke-5 (Mensis Quintilis) dan Bulan Ke-6 (Mensis Sextilis). Hingga jelasnya bahwa berdasarkan nama bulan-bulan tersebut akan urutan bulan dalam kalender.

Akhir tahun 46 SM, Julius Gaius Caesar (59 – 44 SM) menetapkan sistem kalender baru, yakni sistem solar (matahari) dari sebelumnya sistem lunar (bulan). Sistem kalender baru itu ditetapkan untuk diberlakukan pada 1 Januari, yang sebelum itu hanya merupakan hari biasa. Pada waktu itu, 1 Januari masih termasuk bulan ke-11 dan masih dalam tahun 46 SM. Dengan pemberlakuan kalender ala-Julius Caesar tersebut – kemudian dikenal sebagai kalender Julian – maka 1 Januari menjadi tahun baru. Sebenarnya, 1 Januari hanya merupakan peringatan pemberlakuan kalender baru tersebut. Untuk menghormatinya, bulan kelahiran Julius Caesar, yakni Bulan Ke-5, diubah dengan namanya, yakni Juli.

Sistem kalender Julian ini menghitung bahwa satu tahun terdiri dari 355,25 hari. Setiap empat tahun sekali, terjadilah perpanjangan bulan Februari. Yakni 24 Februari, atau dies sextilis (hari keenam sebelum permulaan Maret), terjadi dua hari berturut-turut untuk tanggal yang sama, misalnya 24 Februari hari Rabu dan keesokannya adalah 24 Februari hari Kamis. Bulan-bulan Maret, Mei, Juli, dan Oktober berjumlah 31 hari, sama hingga kini. Bulan Februari 28 hari. Sedangkan bulan-bulan April, Juni, Agustus, September, November, Desember, dan Januari berjumlah 29 hari.

Jumlah hari dalam bulan-bulan 29 hari, bulan kabisat, dan jumlah hari dalam setahun kemudian dibarui di zaman Kaisar Augustus pada tahun 6 SM. Untuk menghormati dan mengenang Kaisar Augustus, maka Bulan Ke-6 (Mensis Sextilis) diganti namanya menjadi Bulan Agustus.

Koreksi jumlah hari kembali dibarui oleh Gereja Roma pada tahun 1577 terhadap kalender Julian dan Augustan. Kali ini dilakukan oleh pihak Gereja Roma Katolik. Pada tahun 1582, atas perintah Konsili Trente (1545-1563) pada tahun 1577 oleh Paus Gregorius XIII (1502-1585) dikoreksi bahwa hari-hari dalam setahun berjumlah 365,2422 hari, bukan 365,25 hari sebagaimana kalender Julian. Akibatnya adalah waktu yang berjalan setiap tahun lebih lambat 11,25 menit. Nampaknya perbedaan waktu tidak terlalu berarti, namun jika dihitung sejak tahun 45 SM hingga tahun 1582, maka telah terjadi keterlambatan waktu 18.303,75 menit dalam 1.627 tahun, atau 12,7109375 hari.

Perbedaan ini cukup signifikan, dan dapat mengganti pengaturan waktu pada masa-masa kemudian. Penyesuaian segera dilakukan. Melalui keputusan inter gravissimas pada 24 Februari 1582, Paus Gregorius XIII menyatakan bahwa sesudah tanggal 4 Oktober 1582 (Kamis) langsung masuk ke tanggal 15 Oktober 1582 (Jumat) esok harinya. Jadi hanya dipercepat sepuluh hari, padahal seharusnya 12-13 hari keesokan harinya. Lantas tahun pergantian abad (semisal: 1700, 1800, 1900) yang tidak habis dibagi 400, ditiadakan dari kabisat dan dianggap tahun biasa. Maka jadilah kelender sebagaimana terpampang di rumah-rumah kita.


Baca Juga : 5 Level Khusyu Dalam Shalat


Asal Muasal Pesta Tahun Baru


Di zaman Romawi kuno, pesta tahun baru adalah pesta yang diadakan buat memperingati Dewa Janus. Dewa Janus adalah Dewa pintu dari semua permulaan. Oleh sebab itu Dewa Janus di gambarkan mempunyai dua muka (bermuka dua). Menurut catatan dari Encarta Reference Library Premium 2005, “Orang yang pertama yang membuat penanggalan kalender adalah Kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Kalender itu di buat pada Tahun 45 Sebelum Masehi jika menggunakan standar tahun yang di hitung mundur dari kelahiran Yesus Kristus.”

Berdasarkan itu maka penanggalan setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa latin, Anno Domini, yang berarti in the year of our lord alias Masehi. Kata Masehi sendiri di ambil dari kata Al-Masih atau Yesus. Sementara itu untuk zaman pra sejarah di sematkan BC (Before Christ ) alias SM (Sebelum Masehi). Karena kemeriahan pesta tahun baru waktu itu maka Pope (Paus) Gregory III tidak mensia-siakan kesempatan tersebut. Paus pun memodifikasi kalender tersebut dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus di gunakan oleh seluruh bangsa Eropa, bahkan kini di seluruh dunia. Dan pada akhirnya perayaan ini di wajibkan oleh para pemimpin Gereja sebagai satu perayaan suci sepaket dengan Natal. Itulah sebabnya mengapa kalau ucapan Natal dan Tahun Baru di jadikan satu: “Merry Christmas and Happy New Year“.


Pandangan Syariat Islam


Berbagai keterangan sejarah di atas tampak jelas memperlihatkan bahwa perayaan tahun baru masehi bukan semata-mata acara seremonial melainkan sangat erat dengan ritual kaum Romawi kuno dan kaum Nasrani atas dasar keyakinan mereka. Jadi, bagi seorang muslim ikut terlibat memperingati dan merayakan tahun baru masehi hukumnya HARAM.

Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah:

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu.” (QS Al-Furqan [25]:72).

Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat hamba Allah yang beriman. Ulama-ulama salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Ar-Rabi bin Anas menafsirkan kata az-Zuura di dalam ayat tersebut sebagai hari-hari besar orang kafir. Jadi, berdasarkan ayat di atas jika sampai seorang muslim merayakan Tahun Baru Masehi berarti dia melakukan persaksian palsu terhadap hari-hari besar orang kafir.

Selain ditegaskan oleh Al-Quran, larangan menyerupai hari-hari besar mereka ditegaskan pula dalam hadis-hadis Nabi saw., antara lain:

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ

Dari Anas bin Malik Ra., dia berkata, “Saat Rasulullah saw. datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar (ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, ‘Dua hari untuk apa ini’ Mereka menjawab, ‘Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa jahiliyah.’ Lantas beliau bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya, yakni Iedul Adha dan Iedul Fitri’.” HR. Ahmad, Musnad Ahmad, No.11.595, 13.058, 13.210.

Sehubungan dengan itu, Umar bin Khatab berkata:

وَلاَ تَدْخُلُوا عَلَى الْمُشْرِكِينَ فِى كَنَائِسِهِمْ يَوْمَ عِيدِهِمْ فَإِنَّ السُّخْطَةَ تَنْزِلُ عَلَيْهِمْ

“Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka.” HR. Al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IX:234, No. 19.333

Dalam riwayat lain, Umar berkata:

اجْتَنِبُوا أَعْدَاءَ اللَّهِ فِى عِيدِهِمْ


“Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka.” HR. Al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IX:234, No. 19.334

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ: مَنْ نَشَأَ فِي بِلَادِ الْأَعَاجِمِ فَصَنَعَ نَوْرُوزَهُمْ , وَمَهْرَجَانَهُمْ , وَتَشَبَّهَ بِهِمْ حَتَّى يَمُوتَ وَهُوَ كَذَلِكَ حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash Ra., ia berkata, “Barangsiapa berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka.” HR. Al-Baihaqi, Syu’abul Iman, juz 12, hlm. 19

Sehubungan dengan itu, Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” HR. Abu Dawud

Maksud hadis di atas adalah larangan menyerupai suatu kaum, baik ibadahnya, adat-istiadatnya, juga gaya hidupnya. At-Tasyabbuh secara bahasa berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti.

Tasyabbuh yang dilarang dalam Al-Quran dan As-Sunnah secara syari’i adalah menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukan ciri khas mereka.

Sehubungan dengan itu, Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata:

لَا يَحِلُّ لِلْمُسْلِمِينَ أَنْ يَتَشَبَّهُوا بِهِمْ فِي شَيْءٍ مِمَّا يَخْتَصُّ بِأَعْيَادِهِمْ لَا مِنْ طَعَامٍ وَلَا لِبَاسٍ وَلَا اغْتِسَالٍ وَلَا إيقَادِ نِيرَانٍ وَلَا تَبْطِيلِ عَادَةٍ مِنْ مَعِيشَةٍ أَوْ عِبَادَةٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ . وَلَا يَحِلُّ فِعْلُ وَلِيمَةٍ وَلَا الْإِهْدَاءُ وَلَا الْبَيْعُ بِمَا يُسْتَعَانُ بِهِ عَلَى ذَلِكَ لِأَجْلِ ذَلِكَ . وَلَا تَمْكِينُ الصِّبْيَانِ وَنَحْوِهِمْ مِنْ اللَّعِبِ الَّذِي فِي الْأَعْيَادِ وَلَا إظْهَارُ زِينَةٍ . وَبِالْجُمْلَةِ لَيْسَ لَهُمْ أَنْ يَخُصُّوا أَعْيَادَهُمْ بِشَيْءٍ مِنْ شَعَائِرِهِمْ بَلْ يَكُونُ يَوْمُ عِيدِهِمْ عِنْدَ الْمُسْلِمِينَ كَسَائِرِ الْأَيَّامِ لَا يَخُصُّهُ الْمُسْلِمُونَ بِشَيْءٍ مِنْ خَصَائِصِهِمْ .

“Tidak halal bagi kaum muslimin bertasyabuh (menyerupai) dengan mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka, baik berupa makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, menyia-nyiakan kebiasaan, berupa mata pencaharian, ibadah, atau yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang di perlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakan perhiasan. Dalam pengertian lain, tidak boleh mengistimewakan hari raya mereka dengan sesuatu yang menjadi syi’ar mereka pada hari itu, bahkan hari raya mereka oleh kaum muslim mesti dipandang seperti hari-hari biasa tanpa disikapi secara khusus dengan sesuatu yang menjadi khas mereka.” (Lihat, Majmu’ ar-Rasail wal Masail, I:230)

Dari uraian-uraian di atas tampak jelas bahwa perayaan Tahun Baru bukan berasal dari Islam. Karena itu, setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai Agama dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, tidak diperbolehkan ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut. Hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah. Allah telah melarang kita tolong menolong di dalam dosa dan pelanggaran.




SUMBERsigabah.com


5 level Khusyu' dalam Shalat

   Shalat adalah amal yang pertama kali akan ditanya di hari akhirat kelak. Jika baik shalatnya akan baik pula seluruh amalannya sehingga kita dengan bebas melenggang masuk ke syurga. Namun, jika shalat kita tidak baik, akan panjanglah urusan dan berkuranglah kesempatan kita untuk merasakan kenikmatan abadi. Allah s.w.t  berfirman : "Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan” [QS. Ibrahim : 31].


   Banyak orang menggambarkan shalat khusyu’ itu menjadi sesuatu yang sangat abstrak. Memang pada hakikatnya khusyu’ itu adalah rahmat Allah, namun kita perlu menyadari pula bahwa rahmat Allah itu tidak serta merta diberikan begitu saja kepada kita.

   Berikut ini adalah level shalat yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah(Ia adalah ahli fiqih bermazhab Hambali. Juga seorang ahli Tafsir, ahli hadits, penghafal Al-Quran, ahli ilmu nahwu, ahli ushul, ahli ilmu kalam, sekaligus seorang mujtahid yang hidup di abad ke-13). beliau mengelompokan kekhusyu'an dalam shalat, antara lain :


1. Orang yang berdosa dengan shalatnya
   Orang yang shalat tidak sama sekali memberikan haknya. maksudnya mereka yang shalat hanya karena disuruh oleh orang lain, hanya karena tidak enak karena dilihat orang lain, berwudhu atau tidak. ini sama saja seperti mempermainkan shalat dan termasuk kedalam riya'. orang yang semacam ini shalatnya hanya akan berbuah dosa.

2. Orang yang shalat, namun tidak mendapat pahala
   Orang yang semacam ini dia tau bahwa shalat itu diperintahkan oleh allah. namun dalam pelaksanaannya, ia malah mengkhayal dari awal takbir sampai salam. shalat semacam ini adalah percuma, karena shalatnya tidak berpahala. Nabi Muhammad S.A.W bersabda : "Ada orang yang hari kiamat diremuk-remuk shalatnya seperti pakaian kotor lalu dilemparkan kewajahnya.". Apakah mau kita mengalami yang seperti ini?? terntu tidak bukan?. allah tidak butuh shalat kita. walaupun kita shalatnya sangat khusyuk dan walaupun sujudnya sampai berhari-hari gak angkat kepala, tetap saja allah tidak butuh dengan itu. kata Nabi s.a.w dalam hadits qudsi, Allah s.w.t berfirman: "Wahai anak adam, apapun yang kau kerjakan, tidak akan bermanfaat bagi-Ku dan Aku akan kembalikan kepadamu, itu amal kalian yang akan bermanfaat untuk kalian sendiri. tidak ada manfaatnya buat Saya" kata Allah s.w.t, hadist qudsi.

Baca Juga : SUBHANALLAH Inilah bukti kebenaran AGAMA ISLAM

3. Orang yang mendapat sebagian pahala dalam shalatnya
   Sebagaimana Nabi s.a.w bersabda: "Ada orang yang shalat tidak mendapatkan kecuali setengah pahalanya. Ada orang yang shalat tidak dapat kecuali sepersepuluh dari shalatnya". shalat semacam ini mendapat pahala namun kecil pahalanya, karena dia lebih banyak mengkhayal daripada fokusnya.

4. Orang yang mendapat mayoritas pahala shalatnya tapi masih ada yang hilang.
   Bedanya dengan orang yang ketiga adalah mayorias pahalanya hilang, hanya sedikit yang dia dapatkan. biasanya orang seperti ini sudah berusaha fokus dalam shalatnya tetapi terkadang masih mengkhayal. maka ini lebih dominasi pahala yang dia dapatkan daripada hilangnya pahala. karena ketika kita sedang membaca Al-Qur'an atau kita sedang membaca bacaan shalat kemudian kita fokus dan dapat konsentrasi mengikuti bacaannya, maka akan dapat pahala terus perhurufnya, demikian juga pergerakan dalam shalat. tapi pada saat kita membaca bacaan shalat tapi tidak sadar karena mengkhayal dan tidak fokus hanya lisan kita yang karena sudah terbiasa membacanya karena sudah rutinitas, kalau semacam ini tidak ada pahalanya.

5. Orang yang mendapat pahala (full) dalam shalatnya.
   Orang yang semacam ini, dia bisa fokus mulai dari takbir hingga salam. bahkan ketika mereka sedang shalat, mereka bisa lupa siapapun yang ada di sekitarnya.
Abu Said al-Khudri r,a berkata: "Saya pernah diperintahkan oleh Nabi Muhammad s.a.w menjaga pasukan di malam hari dan Nabi s.a.w sedang tidur bersama dengan pasukan. Maka saya pun shalat di semak belukar. pada saat saya sedang shalat, tiba-tiba mata-mata musuh dari jauh itu memanah saya, dan tepat jatuh di jantung saya. tetapi saya tidak merasakan apapun karena saya sedang menikmati bacaah surah al-kahfi".


Orang yang mengkayal, pikirannya melayang ke mana-mana, bahkan memikirkan sesuatu yang buruk, shalatnya masih dihukumi sah. Meskipun sah, shalatnya dianggap makruh karena hatinya tidak hadir dan dia tidak meresapi bacaan yang dilafalkannya.

Kekhusyukan memang tidak menjadi kewajiban di dalam shalat, namun bukan berarti kita mengabaikannya. Kita mesti  mengupayakan dan mengusahkannya. Minimal kita berusaha merenungi dan meresapi setiap bacaan yang dilafalkan ketika shalat. Di sini kita mengerti betapa kekhusyukan adalah barang mahal tiada tara. Wallahu a’lam.


Demikian 5 level dalam shalat yang di riwayatkan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Pertanyaannya, sudah mencapai level berapakah kita??.. kalau mimin pribadi insyaallah sudah mencapai level yg ke-3. akan tetapi juga masih sering berfluktuatif. Harapan mimin semoga kita bisa terus istiqomah dalam beribadah dan berupaya untuk mencapai level tertinggi dalam kekhusyu'an shalat. Amiin ...


Sumber: Lampu Islam dan NU

MIRACLE OF QUR'AN : TIGA TAHAPAN BAYI DALAM RAHIM

Dalam Al Qur'an dipaparkan bahwa manusia diciptakan melalui tiga tahapan dalam rahim ibunya.

"... Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?" (Al Qur'an, 39:6)
Sebagaimana yang akan dipahami, dalam ayat ini ditunjukkan bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Sungguh, biologi modern telah mengungkap bahwa pembentukan embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang berbeda dalam rahim ibu. Sekarang, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai di berbagai fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar. Misalnya, dalam buku Basic Human Embryology, sebuah buku referensi utama dalam bidang embriologi, fakta ini diuraikan sebagai berikut: 

"Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan: pre-embrionik; dua setengah minggu pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan janin; dari minggu ke delapan sampai kelahiran." (Williams P., Basic Human Embryology, 3. edition, 1984, s. 64.) 
Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan seorang bayi. Ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim adalah sebagaimana berikut:

- Tahap Pre-embrionik
Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan terbentuklah segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin membesar, sel-sel penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna membentuk tiga lapisan. 

- Tahap Embrionik
Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini bayi disebut sebagai "embrio". Pada tahap ini, organ dan sistem tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan- lapisan sel tersebut.

- Tahap fetus
Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai "fetus". Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan kedelapan dan berakhir hingga masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini adalah terlihatnya fetus menyerupai manusia, dengan wajah, kedua tangan dan kakinya. Meskipun pada awalnya memiliki panjang 3 cm, kesemua organnya telah nampak. Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan berlanjut hingga minggu kelahiran. 

Informasi mengenai perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu, baru didapatkan setelah serangkaian pengamatan dengan menggunakan peralatan modern. Namun sebagaimana sejumlah fakta ilmiah lainnya, informasi-informasi ini disampaikan dalam ayat-ayat Al Qur'an dengan cara yang ajaib. Fakta bahwa informasi yang sedemikian rinci dan akurat diberikan dalam Al Qur'an pada saat orang memiliki sedikit sekali informasi di bidang kedokteran, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur'an bukanlah ucapan manusia tetapi Firman Allah.

Source: Hamba Allah

Miracle Of Qur'an : Fisika, materi saling berpasangan


"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (Al Qur'an, 36:36)

Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:

"…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … … dan hubungan ketidakpastian   mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."

Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian "dikirim ke bumi", persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur'an diturunkan.
(http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz – Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205)

Source By : Hamba Allah

MIRACLE OF QUR'AN : FAKTA REALIVITAS WAKTU MENURUT AL QURAN TELAH TERBUKTIKAN





















Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya. 

Tapi ada perkecualian; Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif! Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:
"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47) 
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5) 
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4) 

Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama: 
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an, 23:122-114)

Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci

Source by : Hamba Allah

MIRACLE OF QUR'AN : PLANET MENGORBIT SUDAH DIJELASKAN 14 ABAD YANG LALU



Matahari, planet, satelit dan benda langit lainnya bergerak dalam garis edarnya masing-masing. Alquran surat Al Anbiya ayat 33 dan surat Yaasin ayat 38 menjelaskan mengenai fakta ilmiah itu dan terbukti kebenaranya.

Banyak ayat dalam Alquran yang menjelaskan tentang alam semesta dan tata surya. Beberapa di antaranya seperti:

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.

Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS Al Anbiya:33)

“Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS Yaa Siin: 38)

“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.” (QS Yaa Siin: 39)

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS Yaa Siin: 40)

Pengamatan astronomi telah membuktikan kebenaran fakta ini. Menurut ahli astronomi, matahari bergerak sangat cepat dengan kecepatan mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang dinamakan Solar Apex.

Selain matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Semua bintang yang ada di alam semesta juga berada dalam suatu gerakan serupa.


Source By : Hamba Allah

- Copyright © AS-SALAM FT UMB - As-Salam FT - Powered by Blogger -